Mengenal Digital Evidence (Barang Bukti Digital)

Pasti kita semua pernah mendengar berita Kasus Kopi Sianida yang menjadikan Jessica sebagai tersangka pembunuhan terhadap Mirna. Dalam menangani kasus ini, banyak ahli yang didatangkan baik dari dalam negeri dan luar negeri, dan dari berbagai bidang keilmuan diantaranya Ahli IT (Digital Forensik), Ahli Kedokteran Forensik, Ahli Toksikologi Kimia dan lainnya. Dan menariknya, dengan banyaknya ahli yang dihadirkan dipersidangan, masing-masing memiliki pandangan yang saling bertolak belakang antara ahli yang dihadirkan oleh pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan ahli yang dihadirkan oleh Penasehat Hukum Terdakwa. Hal ini tentu saja membuat masyarakat awam yang mengikuti persidangan tersebut menjadi bingung.

Ada yang menarik dari persidangan kasus Jessica ini, yaitu mengenai barang bukti berupa USB Flashdisk yang menyimpan video CCTV hasil ekstraksi dari DVR CCTV pada TKP yakni Café Olivier. Barang bukti tersebut dalam hal ini yang digunakan Jaksa Penuntut Umum (JPU), menurut Ahli IT dari Penasehat Hukum tidak bisa dijadikan sebagai alat bukti buat menjerat terdakwa Jessica, hal ini dikarenakan rekaman itu bukan rekaman asli atau hasil kloning (silahkan baca disini).

Dalam dunia Digital Forensic, kita mengenal yang namanya Digital Evidence atau Barang Bukti Digital. Apa sebenarnya definisi dari Digital Evidence tersebut? Pada tulisan ini akan lebih menitikberatkan pada pembahasan dari definisi Digital Evidence atau Barang Bukti Digital.

Menurut beberapa pakar seperti Eoghan Casey (2011)[1], bukti digital didefinisikan sebagai data yang disimpan atau dikirimkan menggunakan komputer yang digunakan untuk mendukung atau menyangkal teori tentang bagaimana suatu pelanggaran terjadi atau elemen-elemen penting dari pelanggaran tersebut. Data yang dimaksud kombinasi dasar dari angka-angka yang merepresentasikan dari berbagai jenis informasi seperti teks, gambar, audio, dan video.

Adapun bukti digital menurut Don Mason[2] dalam presentasinya yang berjudul Digital Evidence and Computer Forensics, bukti digital merupakan Informasi dari nilai pembuktian yang disimpan atau ditransmisikan dalam bentuk biner dan dapat diandalkan di pengadilan.

Menurut definisi yang diambil dari USLegal.com[3], bukti digital atau bukti elektronik adalah setiap pembuktian informasi yang disimpan atau ditransmisikan secara digital yang digunakan pada persengkataan di pengadilan. Selama beberapa dekade terakhir, penggunaan bukti digital telah meningkat secara eksponensial. Pengadilan mengizinkan penggunaan bukti digital seperti e-mail, foto digital, dokumen pengolah kata, sejarah pesan instan, spreadsheet, history internet browser, database, isi memori komputer, dan komputer cadangan.

Dalam situs National Institute of Justice (www.nij.gov)[4], pengertian bukti digital hampir sama dengan yang ada pada situs USLegal.com yakni informasi yang disimpan atau ditransmisikan dalam bentuk biner yang dapat diandalkan di pengadilan. Masih menurut nij.gov, bukti digital tersebut dapat ditemukan pada hard drive komputer, ponsel, asisten pribadi digital (PDA), CD, dan kartu flash di kamera digital, dan tempat-tempat lainnya.

Pada situs iacpcybercenter.org[4], bukti digital secara konseptual sama dengan bukti lainnya, yakni sebuah informasi yang dapat mempengaruhi dalam upaya untuk menempatkan orang-orang dan peristiwa dalam ruang dan waktu untuk membangun hubungan sebab akibat insiden criminal.

Jika kita melihat dari beberapa definisi yang diutarakan oleh pakar dan situs-situs di internet, maka kita dapat mengambil kesimpulan bahwa bukti digital adalah informasi yang tersimpan atau terdistribusikan dalam komputer atau dalam bentuk digital yang bisa dijadikan sebagai bukti dalam persidangan. Informasi tersebut dapat berupa text, gambar, audio, video yang bisa kita temukan pada harddrive computer, ponsel atau smartphone, CD/DVD, kartu flash/memory dan lainnya.

Nah, kembali ke kasus Jessica, apakah benar barang bukti berupa rekaman CCTV tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti di pengadilan dikarenakan barang bukti tersebut adalah hasil kloningan menurut Ahli IT dari PH? Ini tentu butuh penjelasan yang panjang. Insya Allah dalam kesempatan lain, akan mencoba menulis mengenai hal ini.

Tulisan ini juga dapat diakses pada Academia.edu

Referensi:

[1] Digital Evidence and Computer Crime. Forensics Science, Computers, And The Internet. Third Edition. Eoghan Casey
[2] Digital Evidence and Computer Forensics, Don Mason (2012). National Center for Justice and the Rule of Law. http://www.olemiss.edu/depts/ncjrl/pdf/April%202-3%202012%20MSU%20Judges/DigitalEvidenceLocationsandComputerForensics-JudgesConferenceApr2-3-12.pdf (diakses tanggal 20 Maret 2017)
[3] https://definitions.uslegal.com/d/digital-evidence/ (diakses tanggal 20 Maret 2017)
[4] https://www.nij.gov/topics/forensics/evidence/digital/Pages/welcome.aspx (diakses tanggal 20 Maret 2017)

Gambar ilustrasi diambil dari http://modifylifestyle.com/cyber-security-digital-evidence-culpability/

2 Comments

Leave a Reply to Rani SCancel Reply