Bukti Elektronik Dalam UU ITE

Pembuktian merupakan sebuah rangkaian dalam proses pemeriksaan di persidangan. Proses pembuktian menjadi bagian penting yang dapat menentukan keputusan hakim atas suatu perkara. Seiring dengan perkembangan teknologi saat ini, sekarang telah dikenal adanya bukti elektronik. Berlakunya Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (selanjutnya disebut “UU ITE”), secara yuridis tercipta suatu pengaturan baru atas bentuk alat bukti yang sah secara hukum.

Eksistensi alat bukti elektronik sebenarnya sudah ada sebelum terbitnya UU ITE, yakni sudah tersebar tersebar dalam beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu (i) UU No. 8 Tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan; (ii) UU No. 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme; (iii) UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dalam UU No. 15 Tahun 2003; (iv) UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001; (v) UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi. Namun, eksistensi alat bukti elektronik diakui sebagai alat bukti yang sah, semakin diperkuat dengan terbitnya UU ITE, yaitu dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE, yang menyebutkan:

  1. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.
  2. Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

Dengan berlakunya ketentuan dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE, maka alat bukti yang sah dalam hukum acara perdata maupun pidana menjadi tidak saja terbatas pada alat bukti yang ada dalam HIR/RBg, KUHPerdata maupun KUHAP, tetapi juga termasuk alat bukti yang disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) dan ayat (2) UU ITE, yaitu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya.

Yang menjadi pertanyaan selanjutnya yaitu apa yang dimaksud dengan Bukti Elektronik tersebut. Apakah semua alat elektronik yang terkait dengan sebuah kasus dapat dikategorikan sebagai alat bukti elektronik. Bisa kita bayangkan jika ada kasus dalam perbankan, maka apakah semua peralatan elektronik dari Server, Router, Switch, dan lainnya bisa dikatakan sebagai Bukti Elektronik.

Menurut UU ITE, Alat Bukti Elektronik ialah Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memenuhi persyaratan formil dan persyaratan materil. Pada Pasal 5 ayat (1) UU ITE mengatur bahwa Informasi Eletkronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah.

Adapun yang dimaksud dengan Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya. Sedangkan yang dimaksud dengan Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

Mari kita lihat lebih jelas yang mana yang dimaksud dengan Alat Bukti Elektronik dengan melihat kasus peretasan Situs Tiket Online yang bisa Anda baca disini. Untuk dapat mengetahui mana alat bukti elektronik yang bisa digunakan pada persidangan sebagai alat pembuktian, maka kita bisa mengkategorikan alat elektronik menjadi beberapa bagian yakni Bukti Elektronik, Bukti Digital, Potensi Temuan Bukti Digital, dan Temuan Bukti Digital.

  1. Bukti Elektronik merupakan bukti fisik dari alat elektronik. Pada kasus ini, yang masuk kategori Bukti Elektronik yakni berupa 2 unit laptop, 7 unit ponsel, dan 3 buah kartu ATM.
  2. Bukti Digital merupakan informasi yang disimpan atau ditransmisikan secara digital. Pada kasus ini, Bukti Digital berupa log file, email, dokumen yang bisa ditemukan pada Laptop, sedangkan pada ponsel bisa berupa sms, call histori, wa, bbm.
  3. Potensi Temuan Bukti Digital merupakan apa saja yang bisa berpotensi menjadi Bukti Digital untuk dijadikan alat bukti. Dari kasus tersebut kita bisa melihat yang bisa dijadikan potensi temuan bukti digital pada laptop berupa log akses, email, akun tiket, log browser, file tiket yang tersimpan dalam bentuk file *.pdf. Sedangkan pada ponsel bisa berupa sms atau histori call yang berhubungan dengan pemesanan tiket online, ataupun dengan rekannya yang terlibat dalam kasus peretasan situs online.
  4. Temuan Bukti Digital ini merupakan bukti digital yang nantinya digunakan sebagai pembuktian pada pengadilan. Pada kasus ini, kita bisa melihat yang menjadi Bukti Digital sebagai alat bukti di pengadilan nanti berupa histori akses ke situs tiket online lengkap dengan informasi waktu, email yang berisi tiket online, file tiket yang didownload dari website situs tiket online. Isi sms dan/atau histori call yang berhubungan dengan pemesanan tiket online juga bisa dikatakan sebagai Bukti Digital.

Kita bisa menyimpulkan bahwa dengan berlakunya UU ITE sejak tanggal 21 April 2008, maka selain alat bukti yang tercantum dalam KUHAP juga berlaku alat bukti elektronik sebagai alat bukti yang sah. Alat bukti elektronik tersebut berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya dapat digunakan sebagai alat bukti di dalam persidangan sesuai dengan hukum acara yang berlaku di Indonesia, sepanjang memenuhi syarat formil dan materil.

2 Comments

Leave a Reply